Selasa, 02 November 2010

Merapi Sahabat Kita.

Merapi tak [pernah] ingkar janji. Itulah hal yang pas untuk menggambarkan kondisi Merapi pada 26 Oktober lalu. Setidaknya, 31 orang tewas (termasuk Mbah Mardijan, sang juru kunci). Awan panas Merapi yang dikenal sebagai wedhus gembel (glowing avalanche) meluncur sejauh tujuh kilometer, meluluhlantakkan apa saja yang dilewatinya
. Keindahan Merapi, sekejap berubah menjadi horor dan kemalangan yang menakutkan, karena awan panas (pyroclastic flow) Merapi yang dimuntahkan, kembali menelan banyak korban jiwa. Semestinya, jika mereka mendengarkan dan mematuhi rekomendasi Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), tidak perlu muncul korban jiwa yang demikian besar.
Sejak ditetapkan statusnya sebagai Awas Merapi, gunung api yang terletak persis di perbatasan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta-Jawa Tengah ini secara ritual dan ritmis mengeluarkan lava (magma yang sudah sampai permukaan bumi) pijarnya. Material vulkanik ini bersuhu di atas sekitar 600 derajat Celsius sehingga keluar dalam bentuk bara api (berpijar) dengan kecepatan di atas 100 km/jam. Dilihat dari kejauhan, betapa indahnya Merapi dengan "kembang apinya". Begitu gumam beberapa orang yang menyaksikan indahnya "kembang api" yang keluar dari mulut kepundan (kawah) Merapi
Pada 2006, selama hampir tiga bulan , "kembang api" Merapi seolah-olah tak pernah berhenti keluar barang sehari pun. Sudah ribuan kali awan panas dan lava pijar dimuntahkan dari perut bumi. Meletup-letup ke atas dan kemudian meleleh ke bawah bagaikan ular (membara) yang meliuk-liuk. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat indah, eksotis dan mencengangkan.
Paket wisata erupsi Merapi ini juga sudah mulai dikemas oleh pemerintah daerah dengan membuat delapan titik wisata erupsi. Nah, di sini bencana Merapi diubah total menjadi sebuah potensi ekonomi dalam bentuk volcano-tourism. Bahkan ada beberapa wisatawan asing yang berani naik hingga hampir ke puncak Merapi karena rindu "berdekatan" dengan lava pijar Merapi. Mereka sangat suka dengan paket wisata dengan minat tertentu semacam ini, yang sangat berpotensi menaikkan kadar adrenalin seseorang.
Itulah Merapi, indah sekaligus mencemaskan. Tak aneh kalau Merapi kini menjadi ikon dunia internasional. Merapi dengan keaktifannya, memang menarik untuk dicermati sekaligus dinikmati. Gunung ini menyimpan banyak "potensi" yang menguntungkan sekaligus menyimpan "dendam kesumat" yang mampu meluluhlantakkan apa saja di sekitarnya. Ya, Merapi memiliki wajah ganda. Pada 26 Oktober 2010, Merapi kembali bergolak dan mengeluarkan erupsi pertamanya.
Tak ada yang menyangkal, kalau Merapi juga menyimpan pemandangan yang sangat indah. Tak aneh kalau di kaki dan lereng Merapi banyak tumbuh tempat-tempat wisata pegunungan, seperti Kaliurang dan Kaliadem (Sleman), Ketep Pass Sawangan (Magelang), Selo (Boyolali), Deles Indah (Klaten) dengan seabrek fasilitas wisata alamnya seperti camping ground, jalur pendakian gunung, hutan alam, playing ground, lokasi tea walk dan sejenisnya. Hawa pegunungan yang sejuk disertai dengan gemercik air pegunungan, menambah kenyamanan Merapi.
Hal itu jelas membawa berkah bagi banyak warga yang selama ini menggantungkan hidupnya pada kegiatan wisata ini. Para pedagang kecil (makanan, minuman, cendera mata) banyak bergantung kepada "berkah" Merapi. Tak hanya itu, para pengelola hotel dan tempat penginapan bergantung kepada kedatangan para turis (baik domestik maupun asing) yang ingin menikmati panorama Merapi. Di sini, Merapi menjadi daya tarik yang tak terhingga dari banyak kalangan.
Merapi dengan keindahan alamnya, bisa dijual kapan saja kepada para wisatawan. Terlebih saat ini wisata alam (eco-tourism) sedang menjadi tren di negara-negara kaya! Di Senegal, Afrika misalnya, turis asing rela mengeluarkan uang ratusan dolar hanya untuk melihat binatang-binatang liar keluar malam. Di Nepal, turis juga mengeluarkan ratusan dolar untuk menjelajah alam di lereng Gunung Himalaya.
Keuntungan lain di balik erupsi Merapi, sungguh sangat banyak. Sebab, di balik setiap letusan Merapi yang mengerikan itu, ada blessing in disguise di dalamnya. Material vulkanik yang dikeluarkan Merapi, dapat digunakan untuk bahan dasar bangunan. Fenomena penambangan pasir dan batu di sepanjang alur sungai mulai dari hulu Merapi, jelas merupakan berkat terselubung itu. Setiap harinya ratusan truk pengangkut pasir hilir mudik menambang pasir sebagai bahan bangunan untuk dikirim ke berbagai kawasan Indonesia di Jawa dan Sumatra.
Semua hal itu boleh patut disyukuri. Apabila merapi "mogok" erupsi atau berhenti memuntahkan material vulkanik, bukankah persediaan (stok) pasir dan batu alam juga akan habis dalam tempo sekejap? Oleh karena itu, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mengelola bencana letusan Merapi ini dengan baik dan membalikkan fenomena dan paradigma bahwa bencana alam ternyata juga bisa membawa banyak berkat dan peluang bagi kita semua.
Tantangannya adalah bagaimana "berkawan" dengan Merapi dan kemudian menjadikannya sebagai sahabat bagi kita semua, terutama penduduk yang tinggal di lereng dan kaki Merapi. Hal itu sebenarnya sudah terbukti dengan tidak bersedianya juru kunci Merapi Mbah Maridjan untuk ikut mengungsi. Sosok ini sudah sangat menyatu dengan alam Merapi, sehingga sampai-sampai terlalu berat untuk meninggalkan Merapi. Dia dan beberapa orang lainnya, sangat percaya bahwa Merapi tidak akan "melukai" orang yang selama ini merawatnya. Namun, itulah kenyataan yang kita hadapi. Mbah Maridjan dan para Sahabatnya, sudah membuktikan suatu prinsip’ Banyak pilihan baik, tetapi banyak pilihan pula yang membuat orang tidak mengerti artinya keberhasilan*  Row materi posting dari seorang  pencinta dan penikmat panorama gunung Merapi, bertempat tinggal di Sleman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar